Senin, 16 Maret 2015

Jangan Pernah Berhenti Belajar

Tri Sumono - Belakangan ini kerap muncul di acara-acara pertelevisian nasional dengan menceritakan kisah kesuksesannya dalam berbisnis. Sebenarnya siapa sih sosok pengusaha satu ini?, yang katanya dapat menginspirasi banyak kalayak. Mari kita baca kisahnya

Pak Tri sumono di Pabrik Jahe susu miliknya
Pak Tri Sumono yang hanya seorang tukang sapu, sekarang menjadi pengusaha sukses, mempunyai pendapatan per bulan hingga ratusan juta. Kita pasti salut dan kagum dengan perjuangannya demi menggapai mimpi. CV 3 Jaya yang dirintisnya, serta usaha lain seperti peternakan burung, jahe dan pertanian padi, dan masih banyak lagi yang lain berkembang pesat. Omzet yang diterima Pak Tri saat ini mencapai Rp 500 juta per bulan.
Luar biasa… Mungkin benar kata pepatah roda itu berputar-kadang diatas kadang juga dibawah.  Berikut kita simak Kisah Sukses nya.
Pengusaha Sukses yang satu ini dulunya adalah seorang tukang sapu. Tri Sumono begitu nama aslinya. Seorang pria kelahiran Gunung Kidul 7 Mei 1973 ini sekarang menjadi pengusaha sukses dengan omset ratusan juta rupiah tiap bulannya.

Tri Sumono hanyalah seorang lulusan SMA tanpa keahlian.  Pada tahun 1993 ia nekad merantau ke Kota Jakarta meskipun hanya berbekal tas berisi kaos dan ijazah SMA yang baru diperolehnya. Sesampai di Jakarta Tri Sumono mulai mencari pekerjaan apa saja tanpa milih-milih. Hal ini ia lakukan demi untuk bertahan hidup.
Melalui Perusahaan CV 3 Jaya, Tri Sumono mengelola banyak cabang usaha, antara lain, produksi kopi jahe sachet merek Hootri, toko sembako, peternakan burung, serta pertanian padi dan jahe. Bisnis lainnya, penyediaan jasa pengadaan alat tulis kantor (ATK) ke berbagai perusahaan, serta menjadi franchise produk Ice Cream Campina. “Saya juga aktif jual beli properti,” katanya.

Pekerjaan pertama yang ia dapat adalah menjadi buruh bangunan di Ciledug – Jakarta Selatan. Selang beberapa bulan ia akhirnya dapat tawaran untuk jadi tukang sapu di sebuah kantor di Palmerah – Jakarta Barat.
Tawaran untuk jadi tukang sapu langsung diambilnya tanpa pikir panjang. Dengan anggapan bahwa menjadi tukang sapu akan lebih mudah dibanding jadi kuli bangunan. Dari tukang sapu kemudian diangkat menjadi office boy. Hal ini ia dapat lantaran kinerjanya yang sangat baik.
Dari office boy, ia kembali mendapat tawaran menjadi tenaga pemasar hingga karirnya menajak sampai menjadi penanggung jawab gudang.
Selama bekerja di kantor, Tri Sumono juga coba-coba mencari penghasilan tambahan. Pada saat libur kantor atau setiap hari Sabtu dan minggu ia berjualan pernak pernik aksesori seperti jepit rambut, kalung dan lain-lain di Stadion Gelora Bung Karno. Usahanya ini ia lakoni selama 4 tahun dengan modal 100 ribu rupiah.

Dari pengalaman jualan ini kemudian ia berpikir, bahwa usaha sendiri ternyata lebih menjanjikan daripada jadi karyawan dengan gaji pas-pasan. Pada tahun 1997 ia nekad mundur dari pekerjaan kantor dan menekuni jualan aksesorinya hingga memiliki kios di Mall Graha Cijantung.
Tahun 1999, ia membeli rumah di Perumahan Pondok Ungu Bekasi Utara hasil dari hasil penjualan kios di Mall Graha Cijantung karena ditawar orang dengan harga mahal. Di tempat baru inilah, perjalanan bisnis Tri dimulai.
Saat itu, ia langsung membuka toko sembako. Menurutnya bisnis ini lumayan menjanjikan karena ke depan, Perumahan Pondok Ungu tempatnya bermukim itu bakal berkembang dan menjadi ramai.
Pada saat itu Pondok Ungu masih terbilang sepi. Demi meramaikan kawasan tempatnya tinggal, ia kemudian membangun sebanyak 10 rumah kontrakan yang di pasarkan dengan harga miring. Rumah kontrakan ini kebanyakan disewa oleh pedagang keliling, seperti penjual bakso,dan gorengan.
Cerdas sekali Tri Sumono, selain mendapat hasil dari rumah kontrakan, para pedagang itu juga meramaikan toko sembako miliknya. Melihat took sembako Tri mulai ramai, banyak warga di luar tempat tinggalnya mulai mengenal tokonya.

Seiring waktu berjalan, naluri usahanya semakin menjadi. Pada tahun 2006, Tri mulai tertarik dengan bisnis pembuatan sari kelapa. Dari beberapa kabar yang diperolehnya diketahui bahwa untuk membuat sari kelapa adalah proses dari fermentasi air kelapa murni dengan bantuan bakteri Acetobacter xylium.
Untuk bisa produksi sari kelapa ini, ia harus membeli bakteri salah satunya dari LIPI Bogor. Sari kelapa olahannya itu disalurkan ke beberapa perusahaan minuman di kawasan JaBoTaBek.
Suatu ketika ia bermasalah dengan produksi sari kelapanya. kualitas sari kelapa olahannya menurun, order dari beberapa perusahaan mulai menurun hingga ia menghentikan produksinya.

Tapi Tri tidak patah semangat, ia terus belajar bagaimana untuk menghasilkan sari kelapa yang baik dan berkualitas standar yang ditetapkan perusahaan. Seorang dosen di IPB ditemuinya dengan maksud untuk belajar fermentasi. Sang dosen awalnya enggan mengajari mengingat Tri yang hanya lulusan SMA pasti akan kesulitan menerima penjelasannya.
Keseriusan Tri untuk belajar dan kecerdikannya merayu, Pak dosen pun akhirnya mau mengajarinya selama dua bulan. Setelah banyak mengantongi ilmu, Tri pun memulai kembali produksi sari kelapanya.
Setelah produk sari kelapanya lumayan memuaskan, ia langsung memproduksi 10.000 nampan dan bisa lolos ke perusahaan. Produksi pertamanya ini senilai Rp 70 juta. Sekarang terbalik, beberapa perusahaan antri mengambil olahan sari kelapanya. Nah … sejak saat itulah perjalanan bisnis Tri Sumono terus maju dan berkembang. "Kuncinya adalah Jangan Pernah Berhenti Belajar". Ujarnya di sebuah acara di stasuin TV swasta.

Just Don't

 


Sumber : berbagai media

0 komentar:

Posting Komentar